Nasib Pilu, Nenek Muadah Hidup Sebatang Kara dan Miskin Tidak Lagi Dapat Bansos Covid-19, Namanya Dicoret: Yowis
Kini, Nenek Muadah tidak dapat bansos Covid-19 dari pemerintah.
Sebab, ujug-ujug nama Nenek Muadah dicoret sehingga tidak lagi mendapatkan bansos Covid-19 itu.
Diketahui, Nenek Muadah berusia 65 tahun itu hidup sebatang kara dan miskin alias tidak mampu.
Ia yang tinggal di Kelurahan Pasar Batang, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, kini hanya bisa pasrah.
Bantuan dari Pemerintah Kabupaten Brebes sebesar Rp 200 ribu per bulan juga tak lagi ia terima.
Ia hanya menerima bantuan sekali saja pada awal pandemi Covid-19 atau sekitar April 2020.
"Pernah dapat bantuan sekali saja bulan April," kata Muadah, kepada wartawan, di kediamannya di RT 02, RW 04, Kelurahan Pasar Batang, Senin (2/11/2020).
Muadah awalnya sempat merasa iri.
Pasalnya, tetangga di sekitar rumahnya yang secara ekonomi lebih mampu justru menerima bantuan.
Tak hanya bantuan Covid-19, ia juga mengaku tak menerima bantuan apapun sejenisnya termasuk Program Keluarga Harapan (PKH).
"Masa temennya dapat bantuan nyong ora (saya tidak?). Yawislah (ya sudahlah). Wis ora olih ndean (sudah tidak dapat lagi mungkin)," ujarnya.
Untuk bertahan hidup, Muadah mengandalkan sebatang pohon buah sawo di halaman rumahnya yang hanya panen setahun sekali dengan mendapatkan uang Rp 800.000.
Nenek Muadah (65) yang hidup sebatang kara justru tercoret dari daftar penerima bansos Covid-19 dari Pemkab. Brebes, Jawa Tengah, Senin (2/11/2020)(KOMPAS.com/Tresno Setiadi)
Tentu dengan uang sebesar itu tak cukup.
Beruntung, ia memiliki tetangga yang mau berbagi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Kepala Kelurahan Pasar Batang, Kecamatan Brebes, Kusuma Edi mengatakan, memang sedang ada pengurangan bantuan terdampak Covid-19.
"Bantuan sosial dari Pemkab Brebes memang jumlah penerima sedang ada pengurangan dari Dinas Sosial"
"Datanya juga di Dinas Sosial bukan kelurahan," kata dia.
Terpisah, Plt. Kepala Dinas Sosial Brebes, Masfuri mengatakan, memang ada pengurangan penerima bantuan sejak tahap pertama, kedua, hingga ketiga.
Pencoretan data Muadah, kemungkinan karena ada ketidaksinkronan data seperti kartu keluarga (KK) atau nomor induk kependudukan (NIK).
"Yaitu selain bagi warga yang menerima ganda dari bantuan pemerintah lainnya yang dicoret, pencoretan juga dilakukan kepada warga yang data di KK atau NIK yang salah," kata dia.
Masfuri mengungkapkan, untuk meringankan beban warga terdampak Covid-19 Pemkab Brebes telah kucurkan bansos yang bersumber dari APBD tahun 2020 yang mencapai Rp 33 miliar dengan sasaran 55.400 KK.
Bantuan sebesar Rp 200.000 per bulan setiap KK diberikan untuk tiga bulan atau tiga tahap.
"Sekarang tahap tiga sebagian sudah dicairkan," kata dia.
Menurutnya, bantuan tersebut untuk mengcover warga Brebes yang belum mendapatkan bansos Covid-19 dari pusat dan provinsi, termasuk PKH dan BPNT.
Dari target sasaran tahap pertama sebanyak 55.400 KK, realisasi sesuai data yang masuk hanya 44.929 KK.
Pada tahap kedua dan ketiga juga mengalami penurunan jumlah penerima bantuan.
"Kami akan cek data ini, dan kami akan upayakan agar (Muadah) bisa menerima bantuan dari program lainnya"
"Ini karena bansos Covid-19 APBD sudah selesai," jelasnya.
Derita Ibu di Depok, Tak Pernah Dapat Bansos, Kini Suami Positif Covid-19
Malang nian nasib Yarti (42) seorang ibu dua anak yang tinggal Kampung Sengon RT09/10, Pancoranmas, Depok.
Yarti yang dihidup serba kekurangan kini harus menghadapi kenyataan pahit.
Sebab, suaminya Pajery (47) harus dirawat di RSUD Depok sejak tanggal 16 September 2020.
Kini sang suami dinyatakan positif Covid-19.
Artinya selama 14 hari Pajery harus jalani isolasi selama 14 hari plus penyembuhan penyakit yang dideritanya.
Kondisi tersebut praktis membuat Yarti harus menjadi kepala rumah tangga.
Dia harus menghidupi anak bungsunya Cika yang berusia tiga tahun.
Namun, hal itu membuatnya bingung. Sebab, Yarti tak punya kemampuan untuk berusaha.
Selama ini ibu dua anak tersebut mengandalkan penghasilan suaminya yang bekerja sebagai tukang sayur keliling,
"Saya bingung mau kerja apa. Mengharapkan bantuan dari Pemerintah Kota Depok sulit. Bantuan sosial terdampak Covid-19 pun tak pernah di dapatnya," kata Yarti di rumah kontrakannya bernama Wisma Sengon, Rabu (23/9/2020).
Menurut Yarti, selama ini ia hidup dengan mengandalkan utang dari saudara-saudara suaminya. Namun, hal itu tak bisa diandalkannya.
Anaknya yang pertama juga membantu.
Namun, gajinya sebagai karyawan pengiriman barang di Jakarta Utara hanya cukup untuk bayar kontrakan dan biaya hidup.
"Saudara suami pada bantuin. Tapi, kan tidak bisa terus-terusan diandelin. Anak saya kalao punya uang lebih suka kasih Rp 350.000"
"Dia juga butuh untuk hidupnya di sana. Saya jadi bingung kalau begini," ujarnya.
Yanti mengontrak di Wisma Sengon sudah tiga bulan. Rumah kontrakan yang ditinggalinya itu sangat kecil.
Dia tinggal bersama suami dan seorang anaknya dalam satu ruangan yang terdiri dari ruang tidur dan dapur.
Ruang tidur menyatu dengan ruang tamu.
"Saya tinggal di Kampung Sengon sudah tiga tahun. Pindah-pindah kontrakan. Terakhir yah ngontrak di sini"
"Biaya kontrak sebulan Rp 500.000," tuturnya.
Yarti menambahkan bahwa ia sempat memberikan Kartu Keluarga kepada pengurus RT.
Namun bansos tak jua diperolehnya.
Alasannya ia tak memiliki KTP Depok.
"Bikin KTP Depok harus ada surat pindah dari kampungnya di Jawa. Mau ke sana uangnya pas-pasan," katanya.
Ada Benjolan di Leher
Yarti menceritakan awal mulanya suaminya sakit.
Sebelum tanggal 16 September 2020, Pajery mengalami demam.
Saat itu terlihat ada benjolan di lehernya. Benjolannya lembek.
Selain demam, suaminya tersebut juga batuk-batuk dan buang air besar.
Kemudian Yarti membawa suaminya ke Klinik Dokter Bahar di Pasar Depok Lama.
Pajery kemudian di rapid test dan hasilnya nonreaktif. Setelah itu diperiksa.
"Darah suamiku diambil. Terus dibilang negatif. Dokter bilang suami saya gejala tipes"
"Kemudian dikasih obat dan dirawat di rumah," tutur Yarti.
Meski sudah ke dokter, penyakit suaminya tak kunjung sembuh. Lalu, di bawa ke RS Citama di Bojonggede.
Oleh pihak rumah sakit dirujuk ke RSUD Depok dengan alasan peralatan tak lengkap.
Tanggal 16 September Pajery dibawa ke RSUD. Kemudian dilakukan Swab Test dan hasilnya positif Covid-19.
"Selasa (22/9/2020) malam suami saya dibilang positif Covid-19. Tapi, saya tidak diperlihatkan surat keterangannya"
"Lalu, suami dibawa ke lantai tujuh untuk di isolasi," tutur Yarti.
(Kompas.com)