Biodata Sulkifli Pemuda yang Lintasi Lautan Demi Jadi Prajurit TNI AL, Dayung Perahu Sejauh 17 Km
Simak profil dan biodata Sulkifli (18), pemuda yang berjuang melintasi lautan demi menjadi prajurit TNI AL.
Profil dan biodata Sulkifli jadi sorotan karena perjuangannya mendayung perahu sejauh 17 km demi menuju tempat ujian seleksi calon prajurit TNI AL di Mako Lantamal IV di Kota Makassar.
Sulkifli merupakan pemuda asal Desa Bontomatene, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan yang bercita-cita menjadi prajurit TNI AL.
Ia merupakan salah satu dari 1.200 pendaftar yang mengikuti seleksi calon prajurit TNI AL di Mako Lantamal IV di Kota Makassar.
Berikut sosok dan biodatanya dilansir dari Kompas.com dalam artikel 'Demi Cita-cita Jadi Prajurit TNI, Pemuda ini Kayuh Perahu Sejauh 17 Km'
1. Mendayung perahu sejauh 17 km
Tidak seperti pendaftar lain, Sulkifli sudah harus bekerja keras melintasi lautan sejauh 17 Kilometer untuk bisa mengikuti setiap tesnya.
Dengan mengemudikan perahu tradisional (ketinting), Sulkifli sudah pergi ke lokasi tes sejak 04.30 WITA.
"Naik perahu. Start setengah 5 subuh tiba pas jam 6 . Kira-kira satu jam setengah. Pakai GPS saja ke sana," kata Sulkifli saat dikonfirmasi via telepon, Kamis (1/10/2020).
2. Bercita-cita jadi prajurit TNI AL
Sulkifli mengakui, menjadi prajurit TNI Angkatan Laut merupakan cita-citanya sejak kecil.
Dia mengaku, sejak tamat SMA, keinginannya untuk menjadi abdi negara tersebut kian kuat.
Namun, tinggal di desa terpencil membuatnya kesulitan ke lokasi ujian seleksi, apalagi bila menempuh jalur darat.
Anak pertama dari tiga bersaudara itu akhirnya memutuskan menggunakan perahu karena tidak ingin menyusahkan orangtua.
"Saya bercita-cita untuk menjadi prajurit TNI AL karena ingin mengabdi kepada negara melalui laut dan juga untuk membanggakan kedua orang tua di kampung yang kebetulan di kampung saya ini belum ada yang menjadi seorang Prajurit TNI AL," kata Sulkifli.
3. Tinggal beberapa langkah
Kini Sulkifli sudah melalui beberapa tes dan tinggal beberapa langkah lagi agar bisa mewujudkan impiannya.
Terakhir, anak dari nelayan tersebut lulus pada tes kesehatan yang digelar hari ini. Sulkifli kini harus bersaing dengan 300 calon prajurit lainnya.
Bila cuaca cerah, dia akan kembali menuju lokasi tes dengan menggunakan perahu ketinting miliknya pada Selasa (6/10/2020).
"Semoga perjuangan ini tidak sia-sia. Sampai dinyatakan lulus semua tahapan. Sekarang sisa 300 orang. Banyak yang jatuh di tes kesehatan," kata Sulkifli.
4. Dapat perhatian panitia daerah
Pemandangan Sulkifli menggunakan perahu katinting menuju lokasi tes rupanya menjadi perhatian bagi Panitia Daerah (Panda) Makassar dalam penerimaan Calon Prajurit Tamtama PK pengawak Kapal Perang dan Marinir Gelombang II TA. 2020 di Lantamal VI.
Kepala Dinas Penerangan (Kadispen) Lantamal VI Kapten Laut (KH) Suparman Sulo berharap perjuangan Sulkifli bisa menjadi motivasi pemuda lainnya demi mewujudkan cita-citanya.
"Semoga apa yang dilakukan Sulkifli ini bsa menjadi inspirasi dan motivasi bagi anak bangsa yang lain mengejar cita-citanya," kata Suparman.
Aditya Putra Calon Taruna Akmil yang Jatuh Bangun Demi Jadi TNI
Perjuangan demi jadi prajurit TNI yang tak kalah mengharukan juga dialami oleh Calon Taruna bernama Aditya Putra Pratama (20).
Cerita dan biodata Aditya Putra Pratama jadi sorotan setelah ia mengungkap perjuangannya jatuh bangun demi menjadi seorang perwira TNI.
Aditya Putra Pratama mengungkapkan hal itu dalam tayangan Buletin TNI AD yang diunggah di kanal Youtube resmi TNI AD.
Dalam tayangan tersebut, diketahui Aditya Putra Pratama merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.
Ayahnya yang merupakan seorang prajurit TNI telah meninggal dunia tahun 2003 silam.
Sehingga, ibunya lah yang kini menjadi tulang punggung keluarga bekerja sebagai sopir Transjakarta.
Berikut ulasan cerita dan biodata Aditya Putra Pratama selengkapnya.
1. Ingin membanggakan ibunya
Alasan Adit, sapaan akrabnya, ingin menjadi tentara tidak lain karena ingin membanggakan ibunya, Ayu, yang bekerja sebagai sebagai sopir Transjakarta.
Seperti dilansir dari Tribunnews dalam artikel 'Tangis Calon Taruna Akmil yang Ingin Jadi Tentara Agar Ibunya Bangga'
Bag Adit, ibunya adalah segala-galanya untuknya.
Sebab dari ia kecil, kata Adit, ibunya telah bersusah payah bekerja untuk membesarkannya dan kedua saudaranya.
Hingga kini pun, kata Adit, ibunya kerap berangkat bekerja pukul dua atau tiga dini hari demi memenuhi kebutuhan mereka sekeluarga sehari-hari.
Hal itu juga, kata Adit, yang membuatnya berkeinginan membantu ibunya untuk mencari nafkah bagi keluarganya.
Dengan suara bergetar, Adit mengungkapkan keinginannya yang begitu besar untuk jadi tentara agar ibunya bisa pensiun dan menikmati masa tuanya di rumah merawat kakaknya yang berkebutuhan khusus dan adiknya yang yatim sejak dalam kandungan.
"Saya ingin kalau nanti saya diterima Taruna, terus saya jadi Letnan Dua.
Saya benar-benar ingin ibu berhenti kerja. Ibu istirahat, menikmati masa tuanya di rumah. Mengurus adik, kakak," ungkap Adit dengan suara bergetar.
2. Almarhum ayahnya tentara
Terbata-bata, Adit pun mengungkapkan betapa inginnya dia jadi tentara untuk membahagiakan adiknya,
Adinda, yang ingin merasakan menjadi anak seorang prajurit TNI.
Itu karena meski almarhum ayah Adit seorang tentara, namun Adinda tidak pernah melihat sosok ayahnya sebab Adinda lahir tiga bulan setelah ayah mereka wafat.
Adit ingin sekali menjadi tentara untuk adiknya yang hanya bisa memandangi foto ayah mereka di ruang tamu dan kadang merasa iri dengan teman-temannya yang memiliki ayah.
"Waktu itu, adik pernah bilang, enak ya jadi anak tentara. Enak ya punya bapak.
Di situ kayak... ya saya langsung kayak.. sebagai ibaratnya kakak.. saya harus bisa jadi tentara buat adik saya, buat ibu, apalagi yang adik sejak lahir sampai sekarang belum pernah bertemu bapak.
Jadi.. motivasi itu ada ya karena ibu, kakak, dan adik," kata Adit yang kemudian menarik napas panjang, menunduk, kemudian mengusap air matanya.
3. Perjuangannya tak main-main
Perjuangan Adit untuk meraih keinginannya yang mulia tidaklah main-main.
Sejak lulus program akselerasi di SMA pada 2017 lalu, sudah dua kali ia gagal masuk Akademi Kepolisian karena belum cukup umur untuk masuk Akademi Militer.
Kemudian di tahun ketiganya lulus yakni pada 2019 ia mencoba masuk Akmil dan gagal di tingkat Panitia Daerah (Panda).
Barulah pada tahun ini dia lulus sebagai Calon Taruna Akmil Magelang.
Selama menjalani serangkaian seleksi sebagai Calon Taruna di Akmil Magelang, Adit pun masih kerap ingat dengan ibu, kakak, dan adiknya di rumah.
"Setiap di barak saya suka teringat. Ibu lagi apa ya, Dinda, kakak, adik, berangkatnya sama siapa, malam-malam perempuan. Jadi sebelum tidur saya suka kepikiran ibu, suka sedih saja," ungkap Adit.
Tak lupa ia berterima kasih kepada keluarganya di rumah, khususnya ibunya, atas segala doa dan perjuangan yang mengantarkannya selangkah lagi untuk menempuh pendidikan di Akmil Magelang.
Mengucapkan rasa sayang ke keluarganya, Adit meminta keluarganya untuk terus mendoakannya agar bisa kuat menjalani pendidikan di Akmil Magelang dan lulus dengan pangkat Letnan Dua.
"Kalau Adit keluar dari sini bisa banggain keluarga, bisa banggain Dinda, bisa banggain Mas Dika, bisa bikin ibu menangis, tapi menangis karena bangga.
Bukan karena kekecewaan ke Adit selama Adit di rumah," ungkap Adit yang kemudian menunduk menahan tangis.
4. Perjuangan sang ibu
Mengenakan seragam sopir Transjakarta, Ayu menceritakan perjuangannya membesarkan Adit dan dua orang anaknya yang lain.
Ayu menceritakan, dirinya ditinggal ayah Adit yang seorang tentara pada 2003 silam ketika tengah mengandung anak ketiganya.
Setahun setelah kematian suaminya itu, Ayu mulai berusaha bangkit dan berjuang dengan mencari pekerjaan.
Menjadi seorang sopir Transjakarta sekaligus seorang ibu dan juga ayah tidaklah mudah bagi Ayu.
Ia pun kerap harus menitipkan ketiga anaknya itu kepada kedua orang tuanya
Ayu bersyukur kedua orang tuanya mendukung perjuangan Ayu untuk membesarkan ketiga anaknya.
"Alhamdulillah saya dikelilingi keluarga yang semua sayang sama saya. Orang tua saya mendukung. Orang tua saya memberikan izin, karena menurut beliau, selain untuk sosialisasi, saya juga tidak harus terpuruk dengan keadaan seperti ini, saya harus berjuang, saya harus bangkit dengan keadaan saya harus membiayai tiga orang anak selain mendapat pensiunan dari almarhum," ungkap Ayu.
Bagi Ayu, keluarga adalah kekuatan lahir dan batin untuknya yang harus membesarkan dan membiayai ketiga anaknya.
Ayu pun menyadari, sebagai seorang ibu ia masih memiliki kekurangan.
"Pada saat saya sudah di rumah saya sebisa mungkin berperan sebagai ibu walaupun dengan segala kemurangannya, karemna dengan kegiatan saya di luar itu kan mungkin emosi agak memuncak jadi anak-anak sudah memahami, karena dari kecil mereka sudah tahu pekerjaan ibunya," kata Ayu.